Persiapan Menuju Akhir
April 23, 2012 § 12 Komentar
Siang ini, kabar tentangnya begitu mengagetkan. Ia sudah berpulang kembali ke haribaan Sang Pencipta. Kawan lama yang kukenal saat masih di SMA. Sobat yang ceria dan selalu penuh energi. Kabarnya hanya sesekali kutahu hanya dari sekelumit kata dari media jejaring sosial. Siang ini, kabar tentangnya ditutup oleh sebuah kabar kepulangannya.
Selamat Jalan, Kawan…
Allahhummaghfir laha warhamha wa’aafiha wa’fu anha
Seperti inilah kematian, kepastian mengiringi kedatangannya, akan tetapi ia jarang terpikirkan. Apakah otak ini menyisihkan kematian di sisi paling belakang? Yang tak terjangkau oleh nalar dan hanya menjadi rekam memori. Yang jauh dari bagian kalkulasi otak dan hanya bertengger sebagai wacana. Yang tak mampu memberi visualisasi nyata akan nuansa kematian kelak.
Ada apa?
Begitu bencikah kita akan kematian?
“kenapa kita benci kematian”
Maka sang ulama menjawab, “kebanyakan manusia membangun dunia dan merusak akhirat. Oleh karena itu mereka benci untuk meninggalkan dunia dan menuju akhirat”
Kenapa kematian terasa begitu jauh?
Hingga tak dapat lagi kita temukan ruhnya dalam kehidupan kita. Ruh kematian. Yaitu sebuah semangat dan kesungguhan persiapan.
Mari, mempersiapkan diri menuju akhir yang pasti.
Note to My Self.
Tentang Kriteria
April 12, 2012 § 54 Komentar
“Kriteria saya ketika akan memilih jodoh hanya satu: Mau diajak makan batu!”. Begitu lah sang Ustadz bercerita tentang kisah pernikahannya dengan penuh semangat. “Mau diajak makan batu”, kenapa kriteria seperti ini yang beliau ajukan? Sang ustadz melanjutkan ceritanya panjang lebar. Dan dari situ saya mendapatkan jawabannya. Ternyata untuk hidup sebagai mahasiswa di Mesir kala itu adalah sebuah perjuangan, apalagi jika sudah berkeluarga. Maka dengan kriteria seperti itu beliau berharap akan mendapatkan kawan perjuangan. Sebuah kriteria yang sangat sederhana tapi esensial. Benar saja, ketika sudah menikah, pasangan muda itu terpaksa hanya memakan roti mesir selama tiga bulan karena keterbatasan uang yang mereka miliki. Walaupun berlatar belakang keluarga yang berkecukupan, sang istri tetap dapat kuat hidup dalam perjuangan dan keterbatasan bersama sang ustadz. Perjuangan pasangan itu pun berlanjut hingga sang ustadz melanjutkan studi ke Pakistan.
“Mengenai kriteria, cukup orangnya penyabar, hubungan dengan Allah dan manusia bagus dan mendukung dalam aktivitas dakwah”. Kali ini adalah kutipan kriteria dari seorang aktivis dakwah lulusan Al Azhar, hampir hafal Al Qur’an, dan sedang melanjutkan studi pascasarjana di IIQ. Lagi-lagi saya mendapatkan kriteria sederhana dan umum dari orang-orang luar biasa. Mereka yang alim dalam ilmu agama dan shalih dalam perilaku.
Menghela nafas, mengingat nasihat berharga dari seorang guru:
“Permudahlah, jangan sampai kalian mengajukan kriteria yang menyulitkan. Kriteria utama itu adalah syarat yang dengannya pernikahan itu dapat terlaksana dan jika tidak terpenuhi maka tidak akan ada pernikahan.”
Mengecap Gelap
April 10, 2012 § 8 Komentar
Mengecap Gelap
Akan ada masa gelap menyambut pagi dan terus membersamai hingga sunyi
Akan ada masa gelap dalam jejak tapak kaki dan terus menemani hingga nanti
Akan ada masa gelap menutupi hati dan diri hingga cahaya datang lagi
Mengecap gelap dalam sepi
Mengecap gelap dalam sendiri
Mengecap gelap dalam sunyi
Kabarkanlah, gelap sudah datang dan akan segera pergi
Sampaikanlah, gelap sudah kukecap dan saatnya sudah beranjak
Sudahilah gelap kali ini
Dan biar pendar cahaya datang lagi
-Jakarta Pagi Ini-